SURABAYA, Sindonusantara.id – Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Nur Basuki Minarno, hadir sebag...
SURABAYA, Sindonusantara.id– Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Nur Basuki Minarno, hadir sebagai Saksi Ahli dalam persidangan Perkara dugaan Pelanggaran Penggunaan Bahan Kimia Sianida yang melibatkan PT. Sumber Hidup Chemindo (PT.SHC). Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, 15 Oktober 2025, itu menyoroti Penerapan Hukum Pidana terhadap Perusahaan Kimia tersebut.
Dari keterangan Saksi Ahli dapat disimpulkan, bahwa Perkara ini lebih tepat dikategorikan sebagai Pelanggaran Administratif, bukan Pidana. Penegasan tersebut menjadi Dasar Argumen Pembelaan dari Kuasa Hukum Dua Terdakwa dalam Perkara ini, yakni Sugiarto Sinugroho dan Steven Sinugroho.
Kuasa Hukum Kedua Terdakwa, Dr. Rihantoro Bayuaji, S.H, M.H dalam Sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, pada Rabu (22/10/2025) itu menyampaikan, bahwa Perkara yang menjerat kliennya terlalu Prematur untuk dibawa ke Ranah Pidana. Ia menilai aparat Penegak Hukum seharusnya memahami prinsip dasar dalam Administratif Penal Law, yakni Hukum Pidana Administratif.
“Dalam penerapan aturan Perundang - undangan di Bidang Administrasi yang memiliki Sanksi Pidana, maka harus dilakukan secara bertahap. Artinya, Sanksi Administratif, seperti Teguran atau Pembekuan Izin harus diterapkan terlebih dahulu sebelum langkah Pidana diambil,” ujar Rihantoro.
Rihantoro juga menambahkan, bahwa dengan dilakukan penerapan Hukum Administratif tersebut, maka Pidana harus menjadi langkah Terakhir atau Ultimum Remedium. Prinsip ini, menurutnya, sudah menjadi Kaidah yang diakui dalam Penegakan hHukum Modern di Indonesia.
Bahkan Rihantoro juga menjelaskan, bahwa keterangan Prof. Nur Basuki Minarno memperkuat pandangan tersebut. Aparat Penegak Hukum, kata dia, seharusnya mendahulukan upaya Administratif berupa Teguran, Pencabutan izin, atau Pembekuan Usaha apabila ditemukan Pelanggaran.
“Kalau hal itu tidak diindahkan, baru bisa ditempuh Proses Pidana. Tapi dalam Kasus ini, belum ada Tahapan Administratif apa pun yang dilakukan,” ujarnya menegaskan.
Lebih jauh, Rihantoro mengungkapkan, bahwa PT. Sumber Hidup Chemindo selama ini memiliki Rekam Jejak Usaha yang baik. Perusahaan tersebut tidak pernah menerima Sanksi atau Teguran dari Otoritas terkait. “Jadi kalaupun ada Kesalahan dalam Pengelolaan Administratif, semestinya diberikan Pembinaan terlebih dahulu, bukan langsung Proses Pidana,” katanya.
Bahkan selain soal Klasifikasi Hukum, Rihantoro juga menyoroti penerapan Pasal Penyertaan (Medeplegen) terhadap Terdakwa Sugiarto Sinugroho. Ia mengacu pada penjelasan Prof. Nur Basuki mengenai Konsep Meeting Of The Minds, yakni adanya Kesamaan Kehendak di antara para Pelaku yang menjadi Dasar Keterlibatan dalam Tindak Pidana.
Menurut Rihantoro, Fakta persidangan menunjukkan, bahwa Sugiarto tidak pernah mengurus Perusahaan, tidak menangani Perizinan, dan tidak mengetahui Kontrak dengan pihak mana pun. “Penerapan Hukum Penyertaan di sini hanya didasarkan pada jabatannya sebagai Direktur dalam Akta Perusahaan, padahal secara Faktual beliau juga tidak mengendalikan Perusahaan,” tutur Rihantoro.
Rihantoro menegaskan, Penegakan Hukum Pidana tidak boleh hanya bertumpu pada Posisi Jabatan Administratif tanpa melihat peran Faktual.
“Kalau tidak hati-hati, hal seperti ini bisa menimbulkan Kriminalisasi terhadap Jabatan,” tambahnya.
Dengan adanya keterangan Saksi Ahli dan juga Fakta-fakta tersebut, pihak Pembela berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan, bahwa Perkara ini seharusnya masuk dalam Ranah Administratif, bukan Ranah Pidana. Jum'at, 24/10/2025
(Mursalin/bertus/dbs).
COMMENTS